October 14, 2012

RandomThink1


Ketika melihat sebuah pohon tinggi, kokoh, dan lebat, hanya perlu beberapa menit untuk menganggap bahwa pohon seperti "orangtua" untuk akar, ranting, dan semua daun lebatnya yang tak terhitung.
Dan seperti itulah, disini daun sebagai anak...
Hanya perlu beberapa saat untuk mengingat bagaimana kinerja pengangkutan air dan mineral oleh akar untuk seluruh tubuh pohon, lalu berfikir lagi apakah akar yang menjadi "orang tua"?
Beberapa saat kemudian, terhenyak pada sehelai daun yang hijau, begitu jelas warna hijaunya saat terkena terpaan sinar matahari, teringat bagaimana fotosintesis yang merupakan proses penghasilan makanan dari tumbuhan, pohon juga tentunya, yang berada di pohon. Bagaikan pohon adalah sebuah janin, dimana daun harus mengolah makanan untuk anaknya. Apakah daun sebagai "orangtua"?
Bagaimana dengan batang? Bukankah batang yang tumbuh setelah akar, bukankah batang bisa dicangkokan untuk tumbuhan baru sehingga dia bisa juga disebut "orangtua"?

Beberapa saat tersadar, aku terlalu memandang, aku terlalu beranggapan bahwa orangtua yang selalu berusaha, kenapa begitu? Karena seperti itulah MUNGKIN hidup manusia, dimana orangtua seolah menjadi penompang hidup.

Sedangkan pohon?
Bagaikan sebuah siklus yang penuh pengorbanan, ikhlas, tak butuh imbalan, semua terasa begitu TULUS :')
 Entah siapa orang tuanya, entah siapa anak atau apapun itu.
Ketika dari benih tumbuh menjadi pohon yang besar, akar yang kuat itu tak akan mampu bertahan jika semua batangnya ditebang habis, batang yang besar dan kokoh itu tak akan bisa hidup tanpa akar, ranting-ranting itu tak akan bisa tumbuh tanpa mereka berdua, dan daundaun tak akan ada pula. Tapi saat musim kemarau, daundaun itu pergi, melepas, merelakan kehidupannya untuk kehidupan pohon. Membiarkan dirinya terjatuh, tak terhiraukan, terbawa angin, kering dan menjadi sampah, tak lagi dianggap sebagai induk fotosintesis, dan hanya berharap bahwa akan ada daundaun baru yang menggantikan tugasnya.

No comments:

Post a Comment